Memuat...

PERADIN Berharap Bisa Jadi Bar Association

PERADIN diminta memanfaatkan dana bantuan hukum seoptimal mungkin agar masyarakat miskin benar-benar bisa mengakses bantuan hukum gratis.

Ratusan advokat dari berbagai pengurus daerah merayakan HUT 50 Tahun Emas Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) di Hotel Ciputra Jakarta. PERADIN, yang kini berubah menjadi Perkumpulan Advokat Indonesia berdasarkan Keputusan Menkumham No. AHU-00121.60.102014 tertanggal 20 Mei 2014 ini, berharap bisa menjadi bar association.

“Sejak 20 Mei 2014 kita menjadi ‘perkumpulan’, kita berharap PERADIN bisa menjadi bar association di Indonesia,” ujar Ketua Umum PERADIN Ropaun Rambe saat member sambutan dalam HUT 50 Tahun Emas PERADIN di Hotel Ciputra Jakarta, Sabtu (30/8).

Dalam kesempatan acara itu, PERADIN memberikan 6 pin emas PERADIN kepada 6 advokat teladan dan 6 advokat senior. Untuk advokat senior diantaranya Sunardi (Dewan Kehormatan PERADIN), Ronggur Hutagalung, dan Teguh Samudra. 

Ropaun melanjutkan, bar associationyang dimaksud merupakan satu wadah besar yang membawahi banyak organisasi advokat berhimpun menjadi satu kekuatan bersama (multi bar association) seperti termuat dalam revisi UU Advokat. “Ini harapan kita ke depan karena anggota PERADIN seluruh Indonesia sekitar 4000-an advokat,” katanya.

Perwakilan dari Propam Mabes Polri, Basuki berharap sesuai visi dan misinya, eksistensi PERADIN  bisa lebih dirasakan masyarakat terutama dalam memberikan pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat. “Secara sosiologis PERADIN belum terlalu dirasakan masyarakat, makanya eksistensi PERADIN perlu ditingkatkan,” sarannya.

Dana bantuan hukum

Dalam kesempatan ini, PERADIN mengaku mendapatkan dana bantuan hukum dari pemerintah sebagai pelaksanaan PP No 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Bantuan Hukum. Dana bantuan hukum tidak hanya bersumber dari APBN melalui Kemenkumham dan MA, tetapi melalui APBD provinsi dan kabupaten/kota.

“Anggaran dari Kemenkumham untuk satu perkara sebesar Rp5 juta, dari pengadilan sekitar 5-6 juta, dan dari APBD dianggarkan Rp10-15 juta setiap perkaranya. Ini sudah jalan seperti pengadilan-pengadilan di Jakarta,” kata Ropaun.      

Dia mengakui sudah melakukan kesepakatan dengan pengadilan terkait penanganan bantuan hukum cuma-cuma ini. “Posbakumadin kita seluruh Indonesia sudah MoU (dengan pengadilan). Setiap penanganan jasa perkara di pengadilan sudah dibiaya negara, ini sudah jalan,” tegasnya.

Bahkan, DPP PERADIN mengancam memecat anggota apabila memungut uang jasa bantuan terhadap masyarakat yang tidak mampu. “Kalau ada anggota saya yang memungut biaya, minta rokok sebatang pun tolong laporkan kepada saya, akan saya pecat saat itu juga,” ancamnya.

Advokat Senior Teguh Samudra mengatakan peran PERADIN memanfaatkan dana bantuan hukum membantu program pemerintah dalam rangka pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu/miskin. “Satu Posbakumadin saya dengar bisa sampai Rp300 jutaab untuk 3 bulan. Organisasi advokat yang sudah dapat APBN baru PERADIN, IKADIN ‘kalah’ (belum dapat bantuan),” ungkap Teguh. 

“Dana bantuan hukum itu agar dimanfaatkan seoptimal mungkin agar masyarakat miskin benar-benar bisa mengakses bantuan hukum gratis,” katanya. (INFO POSBAKUMADIN PSP)

Advokat Peradin Dapat Jadi Contoh Perbaikan Hukum Di Indonesia

Wakil Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) membuka langsung rapat pimpinan nasional (Rapimnas) dan rapat kerja nasional (Rakernas) sekaligus perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradin) ke-52 di Hotel Aryaduta Palembang, Jumat (2/9).

Ishak Mekki mengatakan, advokat merupakan bagian dari unsur sistem peradilan Indonesia sekaligus menjadi salah satu pilar dalam penegak hukum dan hak asasi manusia.

”Momen Rakernas dan HUT Peradin merupakan saat yang tepat bagi advokat untuk bersama-sama melakukan introspeksi dan laju diri terhadap apa yang dilakukan sebagai bagian aparatur penegak hukum,” ungkapnya.

Ia mengharapkan, advokat yang tergabung dalam Peradin agar dapat jadi contoh bagi upaya perbaikan dalam upaya penegak hukum di negeri ini.

Memang, dikatakan dia masalah hukum memang bukan merupakan masalah yang sederhana, bukan saja karena kompleksitas sistem hukum itu sendiri tetapi juga rumitnya dengan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat.

”Advokat itu merupakan penegak yang sejajar dengan keputusan hukum lainnya. Tentu juga advokat dalam melakukan tugas tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan, Tapi advokat yang mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal penting,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Pelaksana Rapimnas, Rakernas, Halim Jeverson Ramabe mengatakan, kegiatan Rakernas dan HUT Peradin ke-52 hari ini mengambil tema Peradilan Pilar Penegak Hukum dan sub tema adalah Posbakumadin Melayani Pencari Keadilan dan Memberantas Mafia Peradilan dalam Pembangunan Bangsa.

“Dalam Rakernas ini semoga advokat yang tergabung di Peradin dapat lebih berguna bagi masyarakat khususnya di Sumsel,” ujarnya. (rin/rel) www.metrosumatera.com

Ketua PT Tanjung Karang Harapkan Advokat Peradin Bela Yg Benar,Bukan Yg Bayar

SIDIMPUAN ONLINE - Ketua Pengadilan Tinggi Tanjung Karang saat mengambil sumpah 110 Advokat Perkumpulan Advokat Indonesia (PERADIN) di aula Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, (23/8) mengatakan pengambilan sumpah dan janji profesi advokat mengandung tanggung moral yg besar dalam menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karenanya advokat harus punya prinsip dan kejujuran. Advokat harus berani membela yg benar, bukan yang berani membayar. Kata Ibu DR Hj Sri Sutatiek SH, MHum ini.

Selain acara pengambilan sumpah dan janji advokat yang dipimpin Ketua Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dalam acara sidang Luar Biasa Pengambilan Sumpah Advokat Peradin disaksikan para rohaniawan dan undangan ini,  sebelumnya  telah dilantik oleh Ketua Umum DPP PERADIN Advokat Ropaun Rambe di lokasi yg sama.HPS

Adakah Biaya untuk Pencabutan Pengaduan di Kepolisian?

CONTOH KASUS : Saya Diana ingin menanyakan satu hal yang mana saya saat ini sudah melaporkan seseorang atas pasal pencemaran nama baik. Sedangkan, proses pemanggilan tersangka akan berlangsung dalam minggu depan. Sebenarnya saya sudah berdamai dengan tersangka, tetapi pihak keluarga saya ingin dilanjutkan ke persidangan. Tetapi kalau dari saya sendiri ingin perdamaian dan mencabut perkara. Biasanya berapa nominal yang diminta untuk mencabut perkara yang ada di polres tersebut? 

Pada dasarnya, pencemaran nama baik merupakan delik aduan yang hanya bisa diproses oleh polisi jika ada pengaduan dari orang atau pihak yang merasa nama baiknya dicemarkan.

Pasal 75 KUHP berbunyi:
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.

Pasal 75 KUHP ini hanya bisa berlaku untuk kejahatan–kejahatan yang sifat deliknya adalah delik aduan, sehingga bila pengaduan dicabut maka akan menghentikan proses hukum yang berjalan. Kalau tak memenuhi syarat Pasal 75 KUHP, maka pencabutan pengaduan itu tak bisa menghentikan perkara pidana.

Tetapi Mahkamah Agung (“MA”) memperbolehkan pencabutan pengaduan yang tak memenuhi syarat itu melalui putusan No. 1600 K/Pid/2009. 

Putusan MA tersebut, berargumen bahwa salah satu tujuan hukum pidana adalah memulihkan keseimbangan yang terjadi karena adanya tindak pidana. Walaupun pencabutan telah lewat waktu tiga bulan sesuai syarat Pasal 75 KUHP, MA menilai pencabutan perkara bisa memulihkan ketidakseimbangan yang terganggu.

MA mengatakan perdamaian yang terjadi antara pelapor dengan terlapor mengandung nilai yang tinggi yang harus diakui. Bila perkara ini dihentikan, manfaatnya lebih besar daripada dilanjutkan.

Proses pelaksanaan pencabutan pengaduan dapat dilakukan pada tahap penyidikan, pemeriksaan berkas perkara (Pra Penuntutan) dan pemeriksaan di muka persidangan. Akibat hukum yang ditimbulkan apabila pengaduan itu dicabut ialah maka penuntutannya pun menjadi batal. Pencabutan pengaduan terhadap delik aduan menjadi syarat mutlak untuk tidak dilakukan penuntutan.

Mengenai biaya yang diperlukan untuk mencabut suatu pengaduan, sebenarnya tidak ada aturan yang menyatakan bahwa pencabutan pengaduan tersebut memerlukan biaya. Tetapi, pada penerapannya di lapangan terkadang terjadi praktik-praktik yang tidak sejalan dengan hal tersebut. Terkadang ulah “oknum” polisi yang meminta “uang pelicin” agar suatu pengaduan bisa dicabut. 

Hal ini kemudian membuat kesan bahwa pencabutan pengaduan atau perkara memerlukan biaya, padahal tidak begitu aturannya. Normalnya, 

Pengadu dapat mengirimkan surat permohonan pencabutan perkara disertai dengan kesepakatan perdamaian antara para pihak, apabila memang semua syarat terpenuhi, maka seharusnya tidak ada “biaya-biaya pelicin” untuk hal tersebut.

Namun, apabila terdapat penyelewangen terhadap hal tersebut maka Anda dapat melaporkan hal tersebut kepada Div. Propam atau Kompolnas untuk ditindak lanjuti.

Share this article: