Ketua Umum Persatuan Advokat
Indonesia (Peradin) Ropaun Rambe mengancam melaporkan anggota panitia
khusus DPR ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) jika RUU Advokat tak jadi
disahkan.
Dia beralasan, selama tiga tahun pembahasan RUU Advokat di parlemen telah menghabiskan anggaran negara sekira Rp17 miliar.
“Kalau sampai 30 September ini DPR tidak meloloskan RUU Advokat, kita
akan melaporkan anggota atau pansus DPR ke KPK, karena negara dalam hal
ini dirugikan senilai Rp17 miliar, di mana biaya tersebut dipergunakan
antara lain untuk studi banding ke beberapa negara, sosialisasi, dan
sebagainya,” kata Ropaun di Jakarta, Rabu (24/9/2014).
Sebagai salah satu senior advokat, Rambe menjelaskan, RUU Advokat harus
disahkan menjadi Undang-Undang, karena mengatur pola pendidikan advokat
menuju arah yang lebih baik.
Tak hanya itu, RUU mengatur adanya suatu badan yang terakreditasi yaitu
Dewan Advokad Nasional (DAN), sehingga mutu organisasi akan semakin
baik.
Menurut dia, DAN tidak menjadikan advokat bisa diintervensi oleh
pemerintah, justru lembaga ini akan bekerja lebih mengawasi para advokat
se-Indonesia.
“Saat ini yang terjadi advokat menghadapi menghadapi oligarki
kepengurusan yang terus menerus mau bercokol disitu, sehingga tidak ada
regenerasi kepengurusan. Ini sangat bertentangan sejarah organisasi
advokat di manapun. Disini Para senior ingin membatasi masa jabatan
advokat, hanya diperbolehkan dua kali menjabat. Kalau sudah tiga kali,
berarti ini sangat keterlaluan, paparnya.
Sementara, dia juga mengkritisi soal komersialisasi jabatan seperti
memperdagangan pendidikan advokat bagi yang menempuh ujian advokat,
termasuk sumpah, yang sebenarnya hak negara.
Secara universal diseluruh dunia hal tersebut tidak pernah
dikomersialkan dan memperdagangkan pendidikan, serta ujian advokat,
harus masuk diawasi oleh negara.
"Jadi pemungutan uang dalam organisasi, itu tidak dibenarkan, karena
dalam kaidah universal mengatakan organisasi advokat tidak boleh
mendapat penghasilan dari pendidikan, ujian apalagi sumpah. Uangnya
harus masuk negara atau ada satu organisasi yang ditunjuk untuk
mengelola," tegasnya.
Dia menegaskan, organisasi advokat tidak boleh hidup dari iuran dan
sumbangan anggota yang tidak mengikat. Dia mencontohkan, di Inggris dan
Belanda kurikulum advokat dilakukan oleh Menteri Kehakiman atau Mahkamah
Agung. Sedangkan, di Amerika Serikat, Mahkamah Agung bertugas melakukan
sertitifikasi advokat.
"Sehingga peran negara dalam amandemen atau UU Advoakat yang baru ini
semua sudah diatur. Di mana Dewan Advokat Nasional (DAN), lembaga negara
yang berperan untuk mengawasi supaya tidak terjadi oligarki dan
komersialisasi," paparnya.
Dia menegaskan, para advokat harusnya menempuh magang selama dua tahun,
karena bukan magang teori, tetapi ujiannya ada pengetesan politik, ujian
praktek, setelah itu magang dan berpraktek langsung. "Jadi tidak hanya
berteori saja seperti saat ini," sambungnya.
Tidak semua sarjana hukum, lanjut dia, dapat menjadi advokat. Ini
memerlukan kualifikasi tertentu, sepeti harus bisa berbicara, tegas,
berkarakter bersih dan jujur, dilarang menyuap. Keadaan sekarang justru
mafia peradilan merajalela, sudah menjadi endemik dan sistemik yang
biarkan.
"Polisi, jaksa, hakim, telah reformasi birokrasi. Tetapi kenapa lawyer tidak ada? Makanya advokat memerlukan RUU Advokat sekarang," tegasnya.
(ful) / News.com
Peradin Ancam Laporkan DPR ke KPK
07.42
Unknown







